Senin, 09 Januari 2012


A L  M U B T A D A  W A L  K H A B A R

M A K A L A H
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dosen
Mata Kuliah Bahasa Arab
Tahun Akademik 2011-2012








Disusun Oleh :
Erik Ginanjar
Fikry Hamdallah
Afiaty Mutiara Andiny
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
( S T A I )
SYAMSUL ‘ULUM SUKABUMI
TAHUN AKADEMIK 2011 – 2012
KATA PENGANTAR


Bismillahirahmanirahim
Alhamdulillah , Puji beserta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad saw.
Makalah ini berisikan tentang penjelasan Ilmu Nahwu , dan dalam Makalah ini kami lebih mengutamakan tentang penjelasan Mubtada Wal khabar yang yang merupakan salah satu dari Isim- Isim yang di Rafa’kan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini .
Akhir kata , kami sampaikan terima kasih  kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita . Amin . 

Sukabumi, 30 Oktober 2011

Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………ii
BAB I             PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah …………………………………….1
B.     Tujuan Penelitian ……………………………………………2
C.     Rumusan Masalah…………………………………………....2
BAB II                        PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mubtada dan Khabar………………………………3
B.     Pembagian Mubtada…………………………………………..4
C.     Pembagian Khabar…………………………………………….7
BAB III          PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………..10
B.     Saran …………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...11




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hubungan antara hukum Islam dengan pengetahuan bahasa Arab merupakan hubungan yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Alasannya sangat jelas, karena sumber pokok dari hukum Islam itu adalah Al-Qur’an dan Hadits yang memakai atau menggunakan bahasa Arab standar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab .
Bahasa Arab adalah Bahasa Al-Qur’an. Setiap orang muslim yang bermaksud menyelami ajaran Islam yang sebenarnya dan lebih mendalam, tiada jalan lain kecuali harus mampu menggali dari sumber asalnya, yaitu Qur’an dan sunnah Rasulullah saw.
Di dalam bahasa Arab , keberadaan nominal menjadi sangat mutlak karena keberadaan bahasa arab, kita senantiasa menggunakannya. Adapun contoh dari nominal yang seringkali di gunakan adalah mubtada dan khabar. Akan tetapi dalam perjalanan dewasa ini, kita senantiasa di buat bingung oleh pengertian-pengertian dari bahasa arab , apa itu mubtada’ dan bagaimanakah khabar itu. 
Sebelum berbicara mengenai Mubtada dan Khabar , sebaiknya mengetahui terlebih dahulu bahwa kalimat , baik kalimat sempurna maupun tidak dalam bahasa arab terbagi menjadi dua, yaitu Jumlah Ismiyah adalah kalimat yang di dahului oleh isim yang berada di awal kalimat tersebut dinamakan Mubtada dan bagian yang melengkapinya di namakan Khabar yang mana hukum nya dalam I’rab harus mengikuti kepada Mubtada. Dan Jumlah Fi’liyah, yaitu kalimat yang di dahului oleh fi’il.

B.     Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengertian bagi para akademis dan pembaca agar mengerti sedikit banyak tentang Mubtada dan Khabar,  dan pengertiannya dalam bahasa arab. Selain itu juga sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Bahasa Arab.

C.    Rumusan Masalah
1.      Menjelaskan pengertian dari Mubtada dan Khabar .
2.      Bagaimana Pembagian Mubtada ?
3.      Bagaimana pembagian Khabar ?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Mubtada’ dan Khabar


Mubtada adalah isim marfu’ yang bebas dari amil lafazh, sedangkan khabar ialah isim marfu’ yang di musnad-kan kepada mubtada, contohnya seperti perkataan :                        (Zaid berdiri) ,                        (dua Zaid itu berdiri) ,                                      (Zaid- zaid itu berdiri ).
Maksudnya : Mubtada itu isim marfu’ yang kosong atau bebas dari amil lafazh, yakni : yang me-rafa-kan mubtada itu bukan amil lafazh, seperti fa’il atau naibul fa’il, melainkan oleh amil maknawi, yaitu oleh ibtida atau permulaan kalimat saja.[1]
Sedangkan khabar adalah isim marfu’ yang di musnad-kan atau disandarkan kepada mubtada, yakni tidak akan ada khabar kalau tidak ada mubtada dan mubtada itulah yang me-rafakan khabar, seperti lafazh :
1.                      ( zaid berdiri )
Lafazh            menjadi mubtada yg di rafa’kan oleh ibtida, tanda rafa’ nya dengan dhammah karena isim mufrad. Sedangkan        menjadi khabar-nya yang di rafa’kan oleh mubtada, tanda rafa’-nya dengan dhammah karena isim mufrad.[2]
2.                             ( dua Zaid itu berdiri )
Lafazh                 menjadi mubtada yang di rafa’-kan, tanda rafa’-nya dengan alif karena isim tatsniyah. Sedangkan lafazh  menjadi khabar yang di rafa’-kan oleh mubtada, tanda rafa’nya dengan alif karena isim tatsniyah.
3.                              ( Zaid – Zaid itu berdiri )
Lafazh                 mubtada dan                               menjadi khabar-nya, di rafa’kan dengan memakai wawu karena jamak mudzakkar salim.







Mubtada ialah isim yang selamanya di rafa’-kan dan terbebas dari setiap lafazh yang amil .

Sedangkan Khabar ialah isim yang marfu’ di musnad-kan ( disandarkan ) kepada mubtada karena sesuai pada lafazhnya.



B.     Pembagian Mubtada

Mubtada itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu mubtada yang zhahir dan mubtada yang mudhmar ( dhamir ). Mubtada zhahir penjelasannya telah di kemukakan.

Sedangkan mubtada yang mudhmar ( isim dhamir ) ada 12, yaitu :
·          (saya)
·          (kami atau kita)
·          (kamu—laki-laki)
·          (kamu – perempuan)
·          (kamu berdua – laki-laki/perempuan)
·          (kalian — laki-laki)
·          (kalian — perempuan)
·          (dia – laki-laki)
·          (dia – perempuan)
·          (mereka berdua – laki-laki/perempuan)
·          (mereka semua – laki-laki )
·          (mereka semua – perempuan)
Seperti perkataan :  (saya berdiri)[3]

1.                  (saya berdiri)
Adapun meng-I’rab-nya adalah sebagai berikut :  (saya) berkedudukan menjadi mubtada yang di rafa’-kan, tanda rafa’nya mabni sukun. Sedangkan lafazh  menjadi khabar-nya, di rafa’-kan, tanda rafa’-nya dengan dhammah.[4]
2.      MK_21               (kami berdiri).
Lafazh  berkedudukan menjadi mubtada, di rafa’-kan, tanda rafa’-nya dengan mabni dhammah, sedangkan  menjadi khabar-nya, juga di rafa’-kan , tanda rafa’-nya dengan wawu karena jamak mudzakar salim.
Dan lafazh yang menyerupainya, seperti :



Mubtada, yaitu isim zhahir sebagaimana (pada contoh-contoh yang telah di kemukakan, atau dhamir, seperti  (kamu patut untuk menetapkan hukum – diantara manusia).


Tidak diperbolehkan membuat mubtada dengan menggunakan isim dhamir muttashil, tetapi diperbolehkan dengan setiap dhamir yang munfashil.
Diantaranya ialah:




C.    Pembagian Khabar

Khabar itu ada 2 bagian, yaitu khabar mufrad dan khabar ghair mufrad .[5]
1.      Khabar Mufrad
(Khabar mufrad) adalah khabar yang bukan berupa jumlah (kalimat) dan bukan pula menyerupai jumlah.
Yaitu Khabar yang terdiri dari bukan jar majrur, bukan zharaf, bukan fi’il fa’il dan bukan mubtada khabar. Dengan kata lain khabar mufrad adalah khabar yang bukan berupa jumlah/syibhul jumlah, walaupun khabar itu menggunakan isim tatsniyah atau isim jama’. [6]
Contoh :  ( Zaid berdiri ); kedua-duanya isim mufrad.
Dan juga termasuk khabar mufrad bila mubtada dan khabar itu terdiri dari isim tatsniyah dan jamak, seperti contoh di bawah:
 = Zaid – zaid itu berdiri
 = dua Zaid itu berdiri
 = Zaid-zaid itu berdiri
2.      Khabar Ghair Mufrad
Khabar ghair Mufrad ialah, khabar yang terdiri dari jumlah, seperti jumlah isimiyah ( mubtada dan khabar lagi ),  atau jumlah fi’liyah ( yaitu teridir dari fi’il dan fa’il sebagaimana yang akan di jelaskan di bawah ini.)[7]
 



Khabar ghair mufrad ada empat macam, yaitu: 1. Jar dan majrur; 2. zharaf; 3. Fi’il beserta fa’ilnya; dan 4. mubtada beserta khabarnya. Contohnya seperti perkataan: (Zaid berada di dalam rumah); khabarnya terdiri dari jar dan majrur. (Zaid berada di sisimu); khabarnya zharaf, (Zaid, ayahnya telah berdiri); khabarnya terdiri dari fi’il dan fa’il. (Zaid hamba perempuannya pergi); khabar-nya terdiri dari mubtada dan khabar lagi

Contoh lain :
  = Ustadz atau guru itu berada di dalam madrasah atau sekolah.
Lafazh berkedudukan menjadi mubtada, sedangkan
khabar-nya.

Khabar yang di  buat dari jumlah mubtada dan khabar, atau terdiri dari fi’il dan fa’il di sebut khabar jumlah. Adapun khabar yang terdiri dari jar dan majrur atau zharaf disebut syibih ( serupa ) jumlah, karena jar majrur dan zharaf itu bukan menjadi khabar yang sebenarnya, sebab yang menjadi khabar yang sebenarnya ialah muta’allaq-nya tersimpan atau tersembunyi, yang takdirnya dapat atau boleh dengan isim mufrad. [8]




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Mubtada adalah isim marfu yang terhindar dari amil lafzhi. Sedangkan khabar adalah isim marfu’ yang disandarkan ( diikut sertakan pada mubtada ).
Mubtada ada 2 macam yaitu Mubtada yang zhahir dan mubtada yang dhamir. Dan di dalam pembagian khabar , Khabar terbagi menjadi 2, yaitu Khabar Mufrad dan Khabar Ghair Mufrad. Khabar Ghair Mufrad ada 4 macam, yaitu :
1.      Jar Majrur
2.      Zharaf
3.      Fi’il Fa’il
4.      Mubtada Khabar

B.     Saran
Kami sangat mengharap kritik dan saran dari semua pihak terlebih kepada Dosen mata kuliah ini. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami sebagai penyusun.




DAFTAR PUSTAKA

Anwar , K . H . Moch. Ilmu Nahwu Terjemahan Matan Al-Ajrumiyah dan ‘Imrithy. Bandung: Sinar Baru Algesindo , 2007.
Djuha , Drs. Djawahir . Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu) Terjemahan Matan Al-Ajrumiyah. Bandung : Sinar Baru Algesindo , 2007
Djupri , Drs Ghaziadin . Ilmu Nahwu Praktis. Surabaya : Apollo.



[1] K.H.Moch.Anwar. Ilmu Nahwu ; Terjemahan Matan ljumuriyyah dan ‘Imrithy (Bandung : Sinar Baru Algesindo , 2007) hlm.85
[2] Drs. Djawahir Djuha. Tata Bahasa Arab (Ilmu Nahwu) Terjemahan Matan Al-Ajrumiyah (Bandung : Sinar Baru Algesindo , 2007) hlm. 85-86
[3] Drs. Ghaziadin Djupri ; Ilmu Nahwu Praktis (Surabaya : Apollo) hlm.48
[4] K.h. Moch.Anwar . Loc cit. hlm.87
[5] K.H.Moch Anwar. Loc.cit .hlm.88
[6] Drs. Djawahir Djuha. Loc.cit .  hlm. 87-88
[7] K.H.Moch Anwar .Loc.cit. hlm.89
[8] K.H.Moch.Anwar. Loc cit. hlm. 90